Kamis, 22 Oktober 2015

Dear Diary

Kuletakkan penaku tepat disebelahku. aku mencoba beristirahat sejenak di meja kerjaku. tugas dari Bos seakan tak kunjung habis. yah, beginilah nasibku sebagai pegawai biasa di sebuah perusahaan di kota New York.
iseng-iseng aku menuju ke rak buku di ruang kerjaku, mencari bacaan ringan untuk sekedar merefresh otakku yang penat. Cukup lama aku memilah -milah koleksi bukuku, dan ternyata banyak sekali buku yang kupunya. Aku bahkan tak ingat bagaimana aku memiliki koleksi sebanyak ini.
tak ada buku yang menarik minatku. aku hampir menyerah ketika mataku tertuju pada sebuah buku usang penuh debu yang diikat pita berwarna merah.
“Buku yang aneh,”batinku.
“Buku siapa ini?”aku membawanya ke meja kerjaku dan membuka pita yang mengikatnya.
sebuah buku tua tanpa gambar di sampulnya itu sungguh membuatku penasaran.
kubuka halaman pertama,

12 Agustus 1999
Dear Diary..
“Hari ini aku dimarahi ibuku lagi, Dia sangat menyebalkan, aku tak sengaja menjatuhkan piringku dan dia memukuliku.”
ternyata ini diary seseorang. tapi milik siapa? aku tidak memiliki adik atau kakak, aku hanya tinggal berdua dengan ayahku.
rasanya tidak mungkin jika diary ini milik Ayah.
kubuka halaman berikutnya,

13 Agustus 1999
“Ibuku lagi-lagi menamparku karena aku lupa mematikan keran air sehingga airnya meluber, kakakku ikut mengomeliku. Ayah membelaku tapi Ibu lebih beringas dari Ayah. ia menghempasku kedinding dan membuat kepalaku berdarah. Aku muak dengan penderitaan ini.
Tapi semua akan segera berakhir malam ini, Ibu"

13 Agustus 1999
“Malam ini sungguh menyenangkan. Aku menyelinap masuk kekamar ibu dan membungkam mulutnya dengan kain yang telah kulumuri obat bius. Aku membawanya kedapur dan kutendang kepalanya sekuat tenagaku kedinding berkali-kali. Kepalanya berdarah layaknya ia memperlakukanku tadi siang. Belum puas kuambil sebuah batu besar dari kebun dan kujatuhkan tepat di kepalanya. Otak Ibuku mencuat keluar dari sela-sela tulang tengkoraknya
yang hancur. Dia tewas seketika. Aku menguburnya di pekarangan.”
Aku bergidik ngeri membaca kalimat demi kalimat di buku ini. entah iblis macam apa yang tega melakukan hal keji seperti ini.
Dengan segenap keberanianku, kubuka halaman berikutnya

13 Agustus 1999
“Aku teringat kakakku yang juga kejam padaku. Maka kuambil pisau daging
dari dapur dan kubawa kedalam kamar kakakku. Aku merobek dadanya dan kuseret pisauku membelah perutnya sampai ke selangkangan.
Dia berteriak , tapi tak lama setelah kutarik jantungnya yang masih berdetak keluar dari
rusuknya.”

13 Agustus 1999
“Aku menuju kamar Ayahku, aku tahu dia bisa saja melaporkanku kepolisi. Maka dengan pisau yang
masih berlumuran darah, aku menemui ayahku yang masih terlelap. Dengan sekali tebas kupotong lengan dan kakinya. Dia mengerang sangat keras. Percuma Ayah, tak ada yang dapat mendengarmu. Aku tak terlalu ingin menghabisi ayahku, maka kuputuskan untuk merawatnya di ruang bawah tanah keluarga kami.”
Kututup Diary terkutuk itu. aku tak ingin membacanya lagi. tiba-tiba kudengar suara orang memanggil -manggil namaku dari bawah. oh iya, aku lupa memberi makan ayahku. ayahku tidak memiliki tangan dan kaki, maka aku harus menyuapinya sendiri. sungguh merepotkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar