Waktu aku masih kecil, orang tuaku tinggal di gedung apartement tua setinggi 14 lantai. Seperti kebanyakan gedung, apartement itu dibangun tanpa lantai 13. Jadi dari lantai 12 langsung lantai 14. Biarpun begitu, lift tetap memiliki tombol angka 13 meskipun itu tidak berfungsi.
Dan ada juga 2 anak lainnya, Terry dan June, yang tinggal disitu juga. Kami teman sebaya, kami pergi kesekolah yang sama dan selalu bermain bersama sepulang sekolah.
Suatu hari, saat kami menunggu orang tua kami pulang, kami memutuskan untuk bermain ke atap gedung apartement. Kami menaiki lift menuju lantai 14. Disana kami menemukan pintu menuju atap. Setelah bermain sebentar, kami merasa bosan dan memutuskan kembali turun menggunakan lift.
Saat setengah perjalanan menuju kebawah, June baru ingat kalau jaketnya ketinggalan di atap. Dia memencet tombol berhenti, kemudian memencet tombol lantai 14.
Tiba2, lift bergetar dan berbunyi bip tiga kali. Pintunya terbuka dan kami sadar bahwa kami terjebak diantara 2 lantai. Terry mencoba keluar melalui pintu yang terbuka tapi aku menarik dan menahannya. Aku memberitahunya bahwa itu terlalu berbahaya. Jika lift tiba2 berjalan saat ia mencoba keluar, ia bisa terpotong menjadi 2.
Akhirnya, aku memencet tombol emergency. Lift kembali bergetar dan pintunya perlahan menutup dengan suara clang.
"Apa yang terjadi?" Terry bertanya.
Aku menggelengkan kepala dan menjawab "aku tidak tahu." Kami berdiri sambil gemetaran, Lampu lift tiba2 mati dan kami dikelilingin oleh kegelapan. Kemudian, satu tombol di panel menyala. Dan itu adalah tombol lantai 13.
Tidak seorangpun dari kami yang memencet tombol tersebut. Tombol itu menyala sendiri. Dan seharusnya tombol itu tidak menyala. Karena tidak ada lantai 13.
Rasa ketakutan menyerang kami, kami merasakan lift perlahan berjalan naik. June memencet tombol berhenti tapi tombol tersebut tidak berfungsi. Kami hanya bisa melihat angka2 lantai yang kami lewati.
8...9...10...11...12...13...
Terdengar suara besi yang bergeser dan lift akhirnya berhenti. Pintunya perlahan terbuka dan kami hanya bisa menatap kegelapan. Kami bertiga berpelukan di dalam lift, terlalu takut untuk bergerak.
Tiba2, kami mendengar suara yang samar dari kegelapan. Suara itu membuat bulu kuduk kami berdiri.
Splat...Splat...
Itu suara sesuatu yang basah dan lengket. Semacam suara yang kau dengar saat kau melempar pakaian basah ke tembok.
Splat...Splat...Splat...Splat...
Dan terdengar seperti sesuatu yang basah diseret menyebrangi lantai. Kami mendengarnya dengan jelas sambil gemetar ketakutan, suara tesebut terdengar semakin cepat, menggema keseluruh ruangan.
Splat!Splat!Splat!Splat!Splat!Splat!
Tercium aroma menjijikkan, bau busuk memenuhi udara. Baunya seperti berasal dari daging busuk. Suara tersebut semakin mendekat, semakin cepat dan cepat.
Splat!Splat!Splat!Splat!Splat!Splat!
Tepat ketika suara tersebut terdengar hampir mendekati kami, lift tiba2 menyala. Pintunya mulai menutup. Bau busuk tercium sangat dekat dengan kami sampai rasanya kami mau muntah.
Begitu pintu lift menutup dengan suara clang, sesuatu menabraknya, terdengar seperti bunyi lap basah dipukulkan ke tembok. Lift bergetar dan perlahan turun kebawah, pintunya terbuka di lantai dasar. Ayahku berdiri di depan lift. Saat aku melihatnya, aku langsung melompat dan memeluknya.
Aku masih ngeri membayangkan apa yang terjadi jika ayahku tidak memencet tombol untuk memanggil lift pada saat itu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar